1.
Penahanan terhadap
tersangka/ terdakwa dapat diperintahkan oleh Penyidik, Penuntut Umum atau oleh
Hakim berdasarkan ketentuan undang¬-undang yang berlaku.
2.
Dalam masalah
penahanan, maka sisa masa penahanan yang menjadi tanggung jawab penyidik tidak
boleh dipakai oleh Penuntut Umum untuk kepentingan penuntutan.
3.
Perhitungan
pengurangan masa tahanan dari pidana yang dijatuhkan harus dimulai dari sejak
penangkapan/ penahanan oleh Penyidik, Penuntut Umum, dan Pengadilan.
4.
Untuk menghindari
kesalahpahaman di pihak Kepala Lembaga Pemasyarakatan dalam menghitung kapan
tersangka/ terdakwa harus dikeluarkan dari Lembaga Pemasyarakat maka
tenggang-tenggang waktu penahanan harus disebutkan dengan jelas dalam putusan.
5.
Sejak perkara
terdaftar di Register Pengadilan Negeri maka tanggung jawab atas perkara
tersebut beralih pada Pengadilan Negeri, dan sisa masa penahanan Penuntut Umum
tidak boleh diteruskan oleh Hakim.
6.
Apabila tersangka
tidak ditahan maka jika Hakim bermaksud menggunakan perintah penahanan harus
dilakukan dalam sidang (Pasal 20 ayat (3) KUHAP).
7.
Apabila tersangka atau
terdakwa sakit dan perlu dirawat di rumah sakit, sedangkan ia dalam keadaan
ditahan, maka penahanan tersebut dibantar selama dilaksanakan perawatan di
rumah sakit.
8.
Masa penahanan karena
tersangka atau terdakwa diobservasi karena diduga menderita gangguan jiwa sejak
tersangka atau terdakwa diobservasi ditangguhkan.
9.
Dalam hal Ketua
Pengadilan Negeri mengabulkan permohonan perpanjangan penahanan yang diajukan
oleh Penuntut Umum berdasarkan Pasal 25 KUHAP tidak dibenarkan untuk sekaligus
mengalihkan jenis penahanan.
10.
Penangguhan penahanan
dapat dikabulkan apabila memenuhi syarat yang ditentukan dalam pasal 31 ayat
(1) KUHAP jo. Pasal 35, 36 PP No. 27 tahun 1983.
11.
Yang dapat mengajukan
permohonan penang¬guhan adalah tersangka/ terdakwa (Pasal 31 ayat (1) KUHAP).
12.
Besarnya uang jaminan
ditentukan Hakim dengan memperhatikan berat ringannya tindak pidana yang didakwakan
kepada terdakwa, kedudukan terdakwa/ penjamin dan kekayaan yang dimiliki
olehnya.
13.
Uang jaminan tersebut
harus diserahkan kepada Panitera Pengadilan Negeri. Uang jaminan yang diminta
Penuntut Umum ataupun Pengadilan Tinggi tetap harus diserahkan dan disimpan di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri (Pasal 35 PP No. 27 tahun 1983).
14.
Apabila terdakwa
melarikan diri dan setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan tidak diketemukan, maka
uang jaminan tersebut berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan menjadi milik
negara, dan disetor ke kas negara.
15.
Dalam hal terdakwa
melarikan diri, maka penjamin wajib membayar uang jaminan yang telah ditetapkan
dalam perjanjian, apabila penjamin tidak membayar, maka melalui penetapan
Pengadilan dilakukan penyitaan terhadap barang-barang milik penjamin menurut
hukum acara perdata dan kemudian barang tersebut dilelang dan hasil lelang
disetor ke kas negara.
16.
Apabila terdakwa
melarikan diri, maka penjamin tidak dapat diajukan sebagai terdakwa ke
pengadilan dan mengenai persyaratan untuk diterima sebagai penjamin orang
tersebut harus memiliki kecakapan untuk bertindak cukup mampu dan bertempat
tinggal di Indonesia.
17.
Pasal 21 ayat (4)
KUHAP mengatur tentang tindak pidana yang terdakwanya dapat ditahan. Dalam hal
ketentuan dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP terpenuhi, Hakim dalam amar putusannya
berbunyi memerintahkan agar terdakwa ditahan, putusan untuk itu harus
disesuaikan dengan rumusan Pasal 197 ayat (1) huruf K KUHAP, yaitu
memerintahkan agar terdakwa ditahan.
18.
Untuk menghindari
keterlambatan dikeluarkan¬nya penetapan perpanjangan penahanan (Pasal 29 KUHAP)
oleh Ketua Pengadilan Tinggi, maka Ketua Pengadilan Negeri harus menyampaikan
surat permohonan perpanjangan penahanan selambat-lambatnya 1O (sepuluh) hari
sebelum masa penahanan berakhir.
19.
Dalam hal terdakwa
atau Penuntut Umum mengajukan banding, maka kewenangan penahanan beralih ke
Pengadilan Tinggi sejak pernyataan banding tersebut.
20.
Permohonan banding
harus segera dilaporkan dengan sarana komunikasi tercepat pada hari itu juga
kepada Pengadilan Tinggi.
21.
Apabila Ketua/ Hakim
Pengadilan Tinggi akan melakukan penahanan, maka penetapan penahanan harus
segera dikeluarkan.
22.
Pada azasnya selama
tersangka atau terdakwa berada dalam tahanan harus dikurangkan segenapnya dari
hukuman yang dijatuhkan oleh Hakim (Pasal 22 ayat (4) KUHAP), akan tetapi
apabila ada hal-hal yang khusus, Hakim dapat menjatuhkan putusan tanpa memotong
tahanan (Pasal 33 ayat (1) KUHP).
23.
Yang berwenang
mengeluarkan tersangka/ terdakwa demi hukum dari tahanan adalah pejabat
ditempat mana tersangka/ terdakwa ditahan.
STATUS TAHANAN
1.
Tanggung jawab yuridis
penahanan untuk pemeriksaan acara biasa berada pada pengadilan sejak perkara
tersebut di limpahkan sedangkan untuk acara pemeriksaan acara singkat sejak
saat penyidangan perkara tersebut.
2.
Sejak putusan
berkekuatan hukum tetap status terdakwa beralih menjadi narapidana.
3.
Terhadap putusan bebas
atau putusan lepas dari tuntutan hukum dimana Jaksa Penuntut Umum mengajukan
kasasi terdakwa harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
4.
Apabila masa penahanan
telah sama dengan pidana penjara yang diputuskan oleh Pengadilan maka terdakwa
dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
5.
Apabila lamanya
terdakwa ditahan telah sesuai dengan pidana penjara yang diputuskan oleh
Pengadilan Tinggi, maka Ketua Pengadilan Negeri dapat memerintahkan terdakwa
dikeluar¬kan dari tahanan demi hukum. Surat perintah tersebut tembusannya
dikirim ke Mahkamah Agung dan Jaksa kalau perkaranya kasasi.
6.
Apabila dalam tingkat
banding, maka lamanya penahanan telah sama dengan pidana yang dijatuhkan
Pengadilan Negeri, maka Ketua Pengadilan Negeri dapat mengeluarkan dari tahanan
atas izin Ketua Pengadilan Tinggi.
7.
Paling lambat 10
(sepuluh) hari sebelum masa penahanan berakhir Pengadilan Negeri wajib
menanyakan tentang status penahanan terdakwa kepada Pengadilan Tinggi atau
Mahkamah Agung sesuai dengan tingkat pemeriksaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar